Monday 30 March 2015

Magnet Gabus Pucung di Warung Mpok Mod


Gabus Pucung


Namanya Rama sahabatku dari Jogja yang baru dua tahun tinggal di Jakarta dan sempat kuliah di Luar negeri, nama lengkapnya Ramadhan Antartika. Aku tidak tahu persis mengapa nama belakangnya Antartika. Tapi Rama pernah bilang, dulu sewaktu ibunya sedang hamil dirinya, ibunya ngidam pergi ke Antartika, dan berharap Rama kelak bisa kesana. Waktu kutanya, apakah Rama punya cita-cita pergi ke Antartika, dia cuma tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, sesekali dia pernah menjawab,

 “Jauh banget itu, Din… nggak mungkin lah gue kesana”.

Tapi aku pernah tak sengaja membaca sebuah notes, di dalam agenda yang selalu dia bawa ke kantor, harapannya suatu kelak sebelum meninggal adalah mewujudkan keinginan ibunya yang disematkan ke namanya.

“ Ke Antartika, demi mama” Itu bunyi notesnya.

Aku dan Rama satu tim kerja disebuah acara televisi yang memfokuskan liputan tentang kuliner nusantara, khususnya di warung-warung pinggir jalan atau kaki lima, aku sebagai host yang mencicipi semua menu makanan yang kami temui, dan Rama memegang kamera untuk merekam semua kegiatan yang kami lakukan selama peliputan.

Dua minggu ini Rama terlihat aneh, sering tersenyum sendiri, menggeleng-gelengkan kepala seakan-akan sedang mengeyahkan sesuatu dari pikirannya.  jika sedang di kantor kadang-kadang ia mengajak siapa saja yang dia temui untuk makan siang di warung pinggir jalan yang letaknya cukup jauh dari kantor. Tapi anehnya, dia tidak pernah mengajakku, seperti hari ini, tiba-tiba dia sudah menghilang sebelum jam makan siang.

Dan aku baru tau kalau Rama selalu mampir ke Warung Mpok Mod yang buka dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore itu setelah menanyakan ke teman yang lainnya. Warungnya tidak luas, hanya menempati ruang kosong disebelah mini market yang buka 24 jam menggunakan gerobak. Sebenarnya satu bulan yang lalu kami pernah kesana, meliput menu yang dijajakan di warung ini. Dari rekomendasi seorang penggemar kuliner di sosial media.

Saat pertama kali kesana di jam makan siang, tempatnya terlihat ramai, rata-rata yang datang kesitu adalah pekerja kantoran. Dan beberapa pengunjung yang ada disitu yang sempat kami wawancari mengatakan, kalau mereka hampir setiap hari makan siang di Warung Mpok Mod, menikmati menu andalan yang disajikan, yaitu Gabus Pucung khas Betawi. Sebelum kami mencoba rasa menu andalan yang ditawarkan warung Mpok Mod ini, kami beranggapan, wajar saja warung ini ramai, penjualnya cantik mirip artis, tapi gaya berbicaranya khas orang Betawi.

Ehh, mari-mari, mpok abang kesini mampir di warung aye..cari tempat duduk sendiri yak, maap-maap nih..aye kagak jadi pelayan yang baek..aye sibuk. nNh banyak bener pembelinya.. hehe” Ujar pemilik warung sewaktu kami baru tiba disitu, yang ternyata bernama Shinta. Waktu kami tanya kenapa warungnya bernama Mpok Mod dan hanya menjual satu menu Gabus Pucung? Mbak Shinta menjelaskan dengan antusias.

“Mbak, boleh saya panggil mbak Shinta, kan? tanyaku kepada shinta yang sedang sibuk meracik Gabus Pucung pesanan pembeli waktu itu.

"Iye, kagak ape-ape, tapi sebenernya aye lebih seneng dipanggil mpok juga atau eneng..hehe udah kebiasaan" ujarnya sambil tersenyum lebih tepatnya nyengir kuda. Tapi aku yakin, saat itu Rama sempat terpana melihat senyuman atau cengiran asal yang diberikan Shinta. Karena harusnya kamera menyorot ke arahku, tapi Rama tetap fokus dan mengikuti kemanapun Shinta berjalan. Senyum yang menggemaskan menurutku. Ah, lelaki mana yang tak takjub melihatnya, tidak heran kalau warung ini ramai setiap jam makan siang, selain menunya enak, pemilik warungnya bikin betah. 

"Mpok Mod itu siapa?" tanyaku lagi sambil mencicipi Gabus Pucung yang tersaji di mejaku dan Rama yang tetap dengan kameranya, karena sepertinya Shinta terlalu sibuk, melayani pembeli yang mengunjungi warungnya sendirian. 

"Oh, ntu.. Mpok Mod itu enyak aye, bentar ye" Shinta kembali mengantarkan pesanan pembeli.
"Duh, maaf ya mbak..saya malah jadi menggangu kerjaannya, nih"

"Udah santai aje..aye malah seneng ada yang wawancarain warung aye kayak begini, berarti kan Gabus Pucung bakal lebih dikenal dan makin banyak pembeli." Sahutnya dari seberang meja diantara pembeli yang lain.

Waktu itu kami harus menunggu sekitar satu jam lebih sampai warung agak sepi untuk melanjutkan wawancara liputan kuliner khas Nusantara dengan Shinta. Sementara Rama tetap standby merekam setiap kesibukan yang terjadi di warung kecil itu, dari keluar masuknya pembeli, kelincahan serta keramahan Shinta dengan senyum manisnya dalam melayani pelanggannya. 

Shinta lalu bercerita, nama warung Mpok Mod ini, dulunya karena ibunya adalah penggemar beratnya sinetron Si Doel Anak Sekolahan, yang pemerannya ada Maudy Koesnaedi sebagai Zaenab.  Ibunya menggangumi kecantikan Maudy. Tapi sebenarnya Shinta juga memberitahu bahwa nama Ibunya asli adalah Momon Darwiyah, yang kalau disingkat menjadi Mod-Maudy. Shinta mencibir, ibunya memang terobsesi dengan Maudy Koesnaedi. “Aye pernah baca, akun twitter Maudy namanya Mpok Mod, ye? Enyak aye girang banget, tuh mpok namanya sama. Haha” 

“Tadinya, aye malu jaga ni warung, kepaksa karena enyak aye nggak ada lagi nyang bantu, tapi aye jadi terharu setelah banyak yang demen sama menu masakan disini” ungkap Shinta disela-sela dia menjelaskan seluk beluk kenapa hanya ada Gabus Pucung yang disajikan di warungnya, tidak ada yang lain.

Shinta mengatakan, ibunya yang dia panggil enyak itu memang terobsesi dan mencintai budaya Betawi termasuk kuliner khasnya. “Kalau bukan kite, siapa lagi, mpok, yang mempopulerkan masakan Betawi kulinre khas Indonesia seperti ini. Enyak aye bilang, justru masakan yang unik-unik dan langka begini yang dicari orang” Jelasnya padaku dan Rama, kami hanya mengangguk memahami sesekali menimpali dengan pertanyaan lain. Dia juga menyebutkan dipaksanya dia menjadi pelayan warung kecilnya itu merupakan salah satu strategy marketing dari ibunya. Dengan wajahnya yang cantik dan ramah pasti mengundang orang banyak untuk mampir ke warungnya, dan itu terbukti seperti sekarang. Setelah kami menayangkan liputan singkat tentang warungnya dengan menu khas Gabung Pucungnya itu di televisi. Warungnya semakin banyak pembeli, bahkan akun official social media acara kami di Televisi, dibanjiri pertanyaan, yang menanyakan lokasi warungnya itu. Dan aku rasa, orang-orang penasaran bukan cuma dengan menu Gabus Pucungnya, tapi lebih kepada pelayannya yang cantik.

Tidak terkecuali Rama, sepertinya dia juga sudah kena magnet Gabus Pucung di Warung Mpok Mod. Tapi alasannya sudah jelas, dia bukan tergiur dengan nikmatnya Gabus Pucung, karena Rama adalah salah satu orang yang anti dengan masakan yang ada ikannya kecuali pempek.

“Lho, Gabus Pucung ini masakan dari ikan?” begitu komentarnya sewaktu pertama kali kami kesana dan belum melihat.

“Iye, bang.. Ikan Gabus! Abang kagak tau? Ini ikan dimasak dengan bumbu-bumbu rempah asli Indonesia, lho bang. Bumbu utamanya pakai pucung atau kluwak dalam Bahasa Indonesa, Makanya dinamakan Gabus Pucung, rasanya enak, bang banyak nutrisinya lagi! Walaupun tampilannya aje warna gelap begini, tapi rasanya. Maknyuuusss kalo kata pak Bondan.” Lengkap Shinta saat itu dengan antusiasnya sambil tertawa geli.



“Ramaaaaaaa..loe dari mana aja? Pasti abis ngapelin Mpok Shinta, ya?” Cecarku setibanya Rama di kantor sekitar pukul 1 siang. Namun Rama hanya memberikan mimik wajah yang mengatakan “diem loe, berisik!” apalagi seisi kantor menengok ke arah Rama.

Aku tertawa melihatnya.. Rama yang kukenal, yang tidak suka dengan hal-hal berbau ikan, akhirnya luluh juga. Kuhampiri Rama sambil berjalan kearah ruang editing, untuk melihat hasil liputan kami dua minggu lalu di warung kaki lima yang lain.

Rama tak mau mengakui ketika kutanyakan detilnya bagaimana, kenapa dia setiap jam makan siang selalu pergi ke Warung Mpok Mod. Rama yang kukenal sama sekali tak suka Ikan, tapi anehnya dia bisa begitu rajin ke warung itu yang hanya menyuguhkan satu menu masakan Gabus Pucung.
“Iya..iya gue ngaku! Gue mulai sekarang suka Ikan, Gabus Pucung ternyata enak banget, Din..jadi ketagihan gini, gue”

“Suka Ikan..apa suka ikan gabus?” tanyaku dengan menekankan kata Ikan sambil menggoda Rama. Karena seingatku, sewaktu kami meliput ke Warung Mpok Mod, Rama hanya mencicipi sedikit saja kuah Gabus Pucung tanpa mencoba Ikan Gabusnya, itupun karena mangkuknya disodorkan langsung oleh Shinta yang menawarkannya dengan mimik wajah menggemaskan.

**** 
Cerpen ini dibuat setelah menonton acara kuliner tentang Gabus Pucung dan membaca artikel ini http://travel.kompas.com/read/2013/06/28/0903013/Kala.Gabus.Pucung.Makin.Minggir. Dan menerima tantangan dari Fun Blogging membuat cerpen bertema kuliner Indonesia.

Foto : jakartakuliner2.blogspot.com


16 comments:

  1. Namanya unik, ya. Kuahnya kayak rawon, gitu ya, warnanya. Bahahahhak, sok sokan, gak suka. Nyatanya, suka juga.

    Oh, ya, sedikit masukan, untuk kata "kesana" sebetulnya "ke sana"

    Cerpennya lucu, Kak. Terus, berkarya. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah, makasih mbak koreksinya..
      ke nya dipisah ya klo mengatakan tempat. hehe. Lupa aku.

      Makasih ya mbak

      Delete
  2. kirain akhirnya Rama jadi ke antartika, hihihi :D

    ReplyDelete
  3. jadi suka ikan berkat Shinta tuh Rama

    ReplyDelete
  4. Ealah, cerpen ya..baru mau nanya dimana lokasi warungnya. Benerana ada ga?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku jg pengen banget ngerasain Gabus Pucung ini mak.. penasaraaaan..hehe
      akuu suka bgt sama ikan gabus soalnya.

      Delete
  5. Et dah, Mpok Shinta yak. Aku pernah denger emang ada warung gabus pucung yang enak di Jakarta. Tapi lupa di mana hehe

    ReplyDelete
  6. Mba melly, itu beneran endess lho. Antriannya juga yahud. Ayo kapan-kapan, deket rumahku ada yang enak, kalau mau coba.

    ReplyDelete
  7. Gabus pucung bikin ngiler kayakya, cepren kuliner itu jarang banget, wow keren ceritanya

    ReplyDelete
  8. Mirip semur kah, Mbak? Hihihi.. :P

    ReplyDelete
  9. Wow strategi marketingnya Mpok Mod oke juga tuh.... hehehe

    ReplyDelete
  10. Mbak melly, sumpah keren banget ih cerpennya. itu logatnya mpok mod medok banget kayanya ya. hihi

    ReplyDelete

Terima Kasih - @melfeyadin