Tuesday 20 October 2015

Susahnya Mendaki Anak Gunung Krakatau

Cagar-Alam-Krakatau
Cagar Alam Krakatau
 Saya ingat banget, beberapa komentar teman-teman blogger atau pendaki lain yang sudah mencoba menaiki Anak Gunung Krakatau. "Siap-siap dehidrasi dan sepatu jebol ya mbak, terus satu langkah mendaki ke atas, 3 langkah kaki bakal merosot ke bawah, nyampenya lama, mbak". Ujar mereka sambil cengar-cengir. Mendengar mereka berkomentar seperti itu, saya sedikit nggak percaya sebenarnya. Segitu susahnya kah naik gunung kali ini? (Gayaaa, kayak udah sering naik gunung aja) hehe.
Maksudnya.. saya jadi penasaran bener nggak apa yang mereka bilang? Kalau nggak nyampe-nyampe, kok bisa mereka punya foto-foto di atas Gunung? Hayoo?
Dan ternyata apa yang mereka ucapkan itu nggak berlebihan, sih, saya membuktikannya..hihi.

Tanggal 29 Agustus 2015 beberapa waktu yang lalu, alhamdulillah banget..akhirnya salah satu tempat yang ingin saya datangi, mlihat langsung dan juga ikut menanjaki lereng anak gunung Krakatau tercapai juga. Kok bisa? Ya bisa dong, namanya juga blogger..haha-sombong kali kau!

Balai-Keratun-Lampung
Ngumpul ketemu teman-teman baru+lama di Balai Keratun Sebelum 


Antri naik kapal
Tapi nanti saja sesi 'kok bisa'nya diceritain. Kali ini saya mau menceritakan sedikit pengalaman perjalanan saya mendaki anak gunung Krakatau bersama teman-teman peserta lain yang ikut Tour Festival Krakatau, yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Lampung beberapa waktu yang lalu. Agenda tahunan Dinas Propinsi Lampung yang sudah berjalan sejak tahun 1991 lalu, untuk memperingati tragedi sejarah meletusnya Gunung Krakatau pada tanggal 26 Agustus 1883 silam. Sudah ribuan tahun ya? Mungkin ada yang sudah lupa sejarah meletusnya gunung Krakatau? Kalau sudah lupa silahkan googling sendiri.

Mendaki Anak Gunung Krakatau

Hari itu, Sabtu 29 Agustus 2015, saya bangun pagi-pagi sekali, pukul 4 lewat 30 menit lebih dikit. Biasanya saya nggak pernah bangun sepagi itu, tapi karena sudah diingatkan panitia jangan sampai kesiangan tiba dan berkumpul di Balai Keratun Bandar Lampung, tempat berkumpulnya para peserta yang ikut tour Festival Krakatau tahun ini. Karena perjalanan ke Anak Gunung Krakatau cukup memakan waktu, jika dikalkulasi, jumlahnya kurang lebih 4 jam setengah dari Bandar Lampung ke pulau.


Obat anti mabok laut :D

Pantai Pulau Gunung Krakatau
Awalnya saya pikir dari dermaga di Pantai Grand Elty itu kita cukup 1-2 jam nyeberang sampai pulau. Tapi ternyata, selama di perjalanan di atas Kapal nelayan yang membawa kami selama kurang lebih 3 jam menerjang lautan di bawah terik matahari dan ayunan gelombang. Saya berkali-kali menggumam dalam hati, "kapan nyampe? kapan nyampe? saya sudah nggak kuat" Hehe.

krakatau-resort

Yup, saya hampir mabok andai saja nggak cepat-cepat naik ke dalam kapal untuk tiduran dan menenangkan diri. Perjalanan menyeberang lautan di atas kapal nelayan itu berbeda sekali dengan kapal feri yang biasa saya naiki kalau pulang ke Lampung, jarak tempuhnya pun berbeda. Wah. Saya nggak memperkirakan ini awalnya. Kebetulan juga saya lagi dilanda maag dan badan yang kurang fit, jadi klop deh apalagi saya lupa bawa obat karena tas berisi obat saya tinggalkan di hotel. Dan saya juga lupa untuk minum tolak angin yang biasa saya lakukan kalau menyeberang laut.

Patuhi larangan

Jalanan masih datar
Hari itu saya jadi membayangkan nasib para pengungsi Rohingya yang dulu terombang ambing selama 3 bulan di atas laut tanpa tentu arah dan tujuan, tanpa makanan dan minuman yang cukup, kapal sempit berisi ratusan orang dan ombak laut yang memabukkan. Hanya nasib dan takdir Tuhan yang menyelamatkan mereka hingga terdampar dan ditolong warga Aceh yang baik hati.



Menghilangkan lelah dengan 'bercerita'


semangat
Sesampainya di Pulau sekitar jam 12an, kami istirahat sejenak untuk shalat dan melanjutkan makan siang yang tertunda di atas kapal sebelumnya. Melihat tarian dan tabuhan selamat datang ala kadarnya oleh warga dari pulau sebelah. Panitia akhirnya mengajak kami semua untuk melanjutkan perjalanan, yaitu menyusuri Anak Gunung Krakatau hingga ke atas di bawah terik Matahari yang lagi lucu-lucunya menyinari alam semesta ini, alias panas banget. Cuaca yang membuat semua orang lebih baik tiduran di bawah pohon dibandingkan 'kurang kerjaan' naik gunung anak Krakatau, yang pasir vulkaniknya bisa membuat telur matang jika eramkan di sana.
Cuma sampai sini... tapi ini juga udah keren banget buat saya
Buat yang sudah biasa naik gunung, mungkin ini tuh bakal cemen banget, tapi buat saya yang lagi nggak fit, jarang naik gunung, masih mabok laut, tapi gengsi kalau nyerah duluan dan penasaran ingin membuktikan ucapan teman-teman sebelumnya, naik gunung anak Krakatau siang-siang begitu sama aja nantangin Tuhan..hihi. Ini serius, teman-teman yang lain, yang keliatan gagah perkasa aja banyak yang nyerah dan memilih turun sebelum benar-benar nggak bisa bernafas lagi.

Kalau di luar tur Festival Krakatau, sepertinya menanjak anak gunung biasa dilakukan pagi hari ya? Jadi nggak terlalu panas seperti kemarin.

Mak, panas neraka kayak gini gak sih?

Aku sih baek, nemenin yang udah nyerah duluan :D
Sudah tau kan jawabannya apa? seperempat perjalanan lagi, saya nyerah. Saya hampir kehabisan nafas dan tersenggal-senggal, kalau saya terus memaksakan diri seperti sebagian teman-teman yang lain, yang berhasil mengibarkan bendera merah putih sampai atas sana. Mungkin saya sudah pingsan dan merepotkan orang-orang di situ. Darah seperti naik ke ubun-ubun, pandangan mata sudah nggak fokus, kepala keliyengan. Untungnya saya sadar dengan kemampuan diri dan nggak egois karena gengsi..haha. Saat menulis inipun saya masih terbayang rasanya bagaimana. Tapi ini pengalaman yang luar biasa, naik gunung itu bikin nagih, dan saya masih penasaran untuk bisa sampai di atas sana (Anak Gunung Krakatau)

Pulau Sebuku
Namun, sebenarnya itu nggak seberapa dibandingkan bagaimana orang-orang dahulu kalang kabut, menderita kesusahan, ketakutan akibat letusan Gunung Krakatau. Membaca kisahnya dari sebuah Syair Lampung Karam yang ditulis oleh Muhammad Soleh salah satu korban pribumi yang selamat dari amukan Gunung Berapi yang meletus tahun 1883 itu lebih membuat saya sesak nafas merasakannya.

Membaca Syair Lampung Karam

Dalam gelaran Festival Krakatau 2015 lalu, salah satu agenda yang cukup banyak peminatnya adalah adanya Lomba Baca Puisi/Syair yang diadakan panitia bekerja sama dengan Ruang Renjana, satu kegiatan tempat berkumpulnya komunitas-komunitas dan anak muda Bandar Lampung untuk menunjukkan ajang kreativitas yang rutin dilaksanakan setiap sebulan sekali di Pasar Seni Enggal.

Pulang sebelum gelap datang
Salah satu jurinya adalah Isbedy Stiawan ZS, sastrawan Lampung yang karya karyanya sering saya baca di majalah Horison jaman SMA dulu. Tujuan diadakannya lomba ini tentunya untuk melestarikan dan mengenalkan sejarah Krakatau melalui sastra tulisan.

Mula pertama asalnya itu,
Pada bulan Rajab datanglah abu,
Dua jari tebalnya tentu,
Tiga hari kerasnya itu

Tertulislah pada bait keenam, bagaimana penulis, Muhammad Soleh menceritakan dari awal peristiwa meletusnya Gunung Krakatau, dia sendiri dalam kesaksian yang dia tulis, mulai menceritakannya setelah 3 bulan pasca gunung meletus yang saat itu mengungsi di Singapura. Mengaku tak pandai menulis tapi dari syair yang dia buat kita dapat menggambarkan dengan jelas peristiwa yang terjadi saat itu.
Syair yang baru ditemukan setelah 125 tahun setelah letusan  Gunung Krakatau yang berupa naskah-naskah kuno yang terpisah di enam negara ini mengejutkan semua orang. Itu artinya Naskah ini baru ditemukan 7 tahun lalu Saya sendiri, baru tahun ini mengetahui adanya Syair Lampung Karam ini, yang ketika selesai membacanya, saya merasakan sesak ingin menangis.

Jangan bikin kami resah
Saya jadi terbayang, bencana alam yang merusak bumi ini hingga hancur, sebelum terjadi letusan, bumi memberikan sinyal berupa gempa yang menyebabkan gelombang tsunami bergulung-gulung, bukan sekali, tapi berkali-kali, berhari-hari, yang berakibat meninggalnya ribuan orang saat itu.

Malam Isnin waktunya Isya, 
Lautan gemuruh ketika masa, 
Kheran ajaib kepada rasa, 
Penglihatan berubah dari biyasa.

Serta pula dengan gelabnya, 
Tidak berhenti goncang gempanya,
Bukannya bumi yang menggoncangnya,
Gempa air laut nyata rupanya.

Sebab api membawa kerasnya, 
Air di laut berkucak semuanya, 
Terkejutlah ia akan rupanya,
Jadi bergoncang negeri dekatnya. 
Syair yang sudah ditulis Muhammad Soleh, berjumlah 374 bait dengan menggunakan Aksaran Arab Melayu. Jika ditulis ulang ke halaman posting blog, akan sangat panjang sekali, di microsoft word yang saya baca, ada 6.390 kata. Jika teman-teman ada yang ingin tau seperti apa kejadian dan suasana terjadinya letusan Gunung Krakatau ratusan tahun silam itu. Syair Lampung Karam ini harus dibaca, tidak cuma sekedar informasi yang kita dapat, tapi pesan-pesan religius (Islam) mampu membuat kita sadar. Kita di bumi ini tidak ada apa-apanya dibandingkan kekuasaan Tuhan yang dapat meluluh lantakkan seisi bumi ini. Harta kekayaan dan kesombongan tak ada gunanya sama sekali jika kita sudah dihadapkan pada situasi bencana seperti itu.

Terima kasih Oom Yopie @kelilinglampung untuk kiriman text Syair Lampung Karam-nya.



Referensi sumber bacaan Syair Lampung Karam:
  • http://www.kompasiana.com/udozkarzi/mencari-jejak-penulis-syair-lampung-karam_55001e98a333117c6f50fe71
  • http://lipsus.kompas.com/jalanjalan/read/2008/09/12/11100833/Letusan.Krakatau.di.Mata.Pribumi 
  • http://lipsus.kompas.com/jalanjalan/read/2008/08/31/10515861/Ditemukan.Naskah.Kuno.Letusan.Krakatau.1883.
  • http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=1471 
  • http://www.duajurai.com/2015/08/ruang-renjana-gelar-lomba-baca-puisi-syair-lampung-karam/
  • http://cawageh.com/2015/08/ruang-renjana-4-ramaikan-krakataufest/
  • https://kelilinglampung.wordpress.com/2015/10/06/yang-beda-di-festival-krakatau-2015/

19 comments:

  1. Huwaa kayaknya aku juga bakalan mabok deh tuh...lama nian diombang ambing air laut.
    Tp kerenlah bs mendaki meski ga smp puncak dan gak pingsan tentunya hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, soalnya kapalnya ngebut bgt jadi ombaknya kerasa banget.

      Delete
  2. Kalau aku mendaki gitu bakalan capek banget mbak, hiks

    ReplyDelete
  3. Seru nih. Anak krakatau. Coba ke sangiang juga deh. Lebih alami.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe, nanti klo ada rezeki dan waktunya dicoba deh keliling2nya :)
      Makasih ya

      Delete
  4. Wah serunya,mpasti jd pengalaman yg tak terlupakan ya mba ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener2 pengalaman seru mbak, krn baru pertama kali ini naik gunung ky gini :D

      Delete
  5. Waahh jadi penasaran mendaki gunung kayak gini, naik tangga aja udah ngos2an :)

    ReplyDelete
  6. Hahaha Melly, beneran nemenin yang nyerah duluan atau sama2 nih? hahaha

    ReplyDelete
  7. Dari dulu kepingin banget kesini deh
    Sepertinya seru
    :D

    ReplyDelete
  8. ternyata gunungnya kayak gurun ya, mba mell :D

    ReplyDelete
  9. wuhuu.. keren mel nek gunung.. aku lo ga pernah #gaadayangnanya

    ReplyDelete
  10. wehh serunya naek gunung, aku lambai2 bendera putih meel, komplet bener ya perjalanannya ini ya naik perahu ya mendaki...

    ReplyDelete
  11. Meeeel nanti kita ke sini lagiii ya bareeng hehehehe.. Udah lama ngg ke sini dan pengen diving di sekitar pulau Krakatau juga.. Katanya cakeeeep

    ReplyDelete
  12. wow, beruntungnya tante bisa mendaki anak gunung krakatau
    meskipun cuma anak, ternyata gedhe juga yaa

    ReplyDelete
  13. Aku sih naek, menenun yg sdh betah duluan hahaha....

    ReplyDelete
  14. wih berani sekali sampai dengan panjat gunung, masih aktif manjat memanjt yah sekrang

    ReplyDelete

Terima Kasih - @melfeyadin