Sunday 14 February 2021

Harus Tau Kental Manis SKM Bukan Susu dan Tuntutan KOPMAS Terhadap Pemerintah

Ternyata selama ini kita sudah keliru menganggap SKM atau yang kita sebut dengan Susu Kental Manis sebagai susu. Susu sebagai sumber gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Menilik ke belakang, puluhan tahun silam, masa kecil kita (saya terutama) sering diberi minuman 'susu' kental manis kalengan, yang diseduh dengan air hangat lalu diminum setiap pagi atau sebelum tidur. Padahal ini sangat salah, karena kandungan nutrisi susu yang ada di SKM ini sangat rendah dibanding dengan susu yang sebenarnya.

condesed milk
SKM. Foto: google.

Hal ini menjadi menarik dan jujur saya baru mulai memahami hal ini setelah mengikuti diskusi terbatas bersama KOPMAS (Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat) beberapa hari lalu (9/2) melalui zoom meeting dengan beberapa wartawan dan blogger.

Tema yang dibahas dalam diskusi kali itu adalah, "Pemerintah Jangan Kendor Jelang Tenggat Waktu Aturan BPOM Tentang Kental Manis" Tenggat waktu yang dimaksud adalah aturan tentang SKM bukan susu yang akan berakhir pada bulan April 2021 nanti.

Jadi, aturan tentang kental manis atau SKM ini bukan susu sudah diatur oleh BPOM melalui Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan. Ada 2 pasal yang mengatur tentang SKM. 

Pada pasal 54, rodusen SKM wajib mencantumkan peringatan larangan berupa tulisan 'Perhatikan!' berwarna merah yang menerangkan bahwa produk SKM ini tidak untuk menggantikan ASI, tidak cocok untuk bayi di bawah umur 12 bulan, dan SKM bukan digunakan sebagai sumber gizi. Dan menurut pengamatan KOPMAS, label peringatan ini sudah bisa ditemukan di semua kemasan produk SKM yang beredar di masyarakat.
Dalam pasal 67 berisi larangan kepada pelaku usaha untuk mencantumkan pernyataan SKM yang digambarkan sebagai minuman susu, sebagai sumber gizi dan tidak boleh menampilkan anak umur di bawah 5 tahun.

Menurut KOPMAS, sejak dikeluarkannya PerBPOM  No 31 Tahun 2018 mengenai aturan SKM ini, secara bertahap beberapa produsen sudah melakukan perubahan perilaku dalam melakukan promosi. Tidak lagi menampilkan produk SKM oleh anak-anak sambil memegang segelas susu. SKM sudah ditampilkan sebagai toping atau pelengkap makanan saja.

Namun, di beberapa tayangan televisi masih ada saja iklan yang mengartikan kental manis sebagai susu untuk minuman anak. Seperti pada tayangan pada Sinetron Putri Untuk Pangeran yang tayang di RCTI 21 Oktober 2020 lalu. Di situ terdapat adegan anak-anak yang sedang menyeduh SKM untuk diminum dan disertai pesan bahwa SKM ini bisa membuat tubuh menjadi sehat dan kuat.

Dari temuan ini berarti produsen masih menyalahi aturan dan peringatan BPOM untuk mencari celah untuk membuat iklan dan menjadikan anak-anak sebagai target market produk SKM.

Menanggapi kekeliruan yang saya sebut di paragraf awal. Tidak heran memang jika di masyarakat kita dari dulu menjadikan SKM ini sebagai minuman susu untuk anak. Dilihat dari sejarahnya produk iklan SKM yang ditampilkan dari masa ke masa seperti itu. SKM masuk ke Indonesia sekitar tahun 1879 diawali oleh produk SKM Milkmaid oleh Nestle dengan merek dagang Cap Nona. Lalu diikuti oleh De Cooperative Condensfabriek Friesland atau dikenal PT. Frisian Flag Indonesia pada tahun 1922.

SKM Jadul. Foto: Google

Lalu bagaimana seharusnya penggunaan SKM dan pengetahuan masyarakat luas tentang SKM ini sendiri?

Dikutip dari laman artikel berita yang disiarkan Kemenkes RI, kandungan gula dan karbohidrat dalam Kental Manis itu sangat tinggi dan rendah protein. Sehingga bila dikonsumsi berlebih (minum 2 gelas perhari) itu artinya konsumsi gulanya sudah melebihi batasan kebutuhan gula harian. Apabila konsumsi gula melewati batas yang ditentukan, beresiko terkena penyakit seperti diabetes, hipertensi, dll.

Dan menurut keterangan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) sebagian besar produk Kental Manis yang beredar di pasaran Indonesia hanya memiliki 2-3 persen protein susu. Sehingga memberikan Kental Manis (SKM) untuk anak-anak adalah tindakan keliru.

Namun, pada kenyataannya masyarakat Indonesia masih memiliki persepsi yang salah mengenai SKM, karena beranggapakan bahwa SKM adalah susu. Karena dari hasil temuan KOPMAS, masih banyak sekali masyarakat yang menjadikan SKM sebagai sumber gizi. 

Hal ini dikarenakan literasi masyarakat kita yang masih rendah, kebanyakan masih sulit dan enggan memahami mengenai jenis kategori SKM dan membaca komposisi yang terkandung dalam produk pangan. Bahwa Kental Manis hanya sebagai penambah atau pelengkap makanan/masakan, bukan untuk dikonsumsi sebagai minuman susu. Ada batasan-batasan usia dan jumlah gula yang dianjurkan. Masih banyak ibu-ibu yang belum tau bahwa SKM itu bukan susu, tidak baik untuk dikonsumsi atau diseduh dan dijadikan minuman susu untuk anak-anak. 

Dari pelaku usahanya pun dalam melakukan cross promotion masih membuat iklan untuk semua kategori, sehingga menyebabkan munculnya persepsi bahwa SKM ini memiliki gizi yang sama dengan susu. Dari BPOM pun masih belum masif mengedukasi hal ini terhadap masyarakat dan belum tegas memberikan sanksi terhadap pelaku usaha yang tidak mematuhi peraturan yang ada.

Untuk itu, ada 3 tuntutan dari KOPMAS yang diajukan terhadap pemerintah.

  1. Revisi ketentuan tentang susu kental manis pada PerBPOM No 31 tahun 2018 tentang Label Olahan Pangan.
    - Peningkatan batasan usia pada label menjadi 5 tahun
    - Penambahan ketentuan yang melarang susu kental manis disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman (Sesuai ketnetuan no 1 point C pada SE)
  2. Pemerintah ikut serta melakukan sosialiasasi kepada masyarakat.
  3. Tanggung jawab produsen terhadap masyarakat.
Jadi, masih banyak sekali PR pemerintah dan lembaga-lembaga terkait pengawasan dan peraturan label/iklan pada SKM saat ini. Karena faktanya, SKM ini memiliki sumbangsih terhadap besarnya pravelensi anak dengan status gizi penyebab stunting. Indonesia juga mengalami triple burden pada anak (gizi kurang, gizi buruk, stunting). Oleh sebabnya pengawasan harus diperketat, BPOM harus berani bertindak tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan.
Edukasi masyarakat harus terus digalakkan dengan kolaborasi pemerintah, lembaga, ormas-ormas, LSM, dan masyarakat luas lainnya. 
Kita semua harus peduli dan melindungi masa depan generasi emas anak Indonesia.

2 comments:

  1. Wainiiii... Btw saye boleh rewrite tulisan ini ya Kak? Nanti tetep saya kasih credit linknya :-)

    ReplyDelete

Terima Kasih - @melfeyadin